Maaf ya postingannya baru muncul sekarang.. Tp gpp
masih kerasa Hari Rayanyakan.. Baru juga beberapa hari.. Ya ga ?? Ya udh nih
ceritanya.. Met membaca aja ya, kalau mau da yg nangis juga gpp ko terserah
kalian aja itu mah.. Karena itu hak kalian untuk menangis,, Oke..
Kita
mulai dengan pembukaan.. Chekidot..
Cerpen Sarah Amalia Pratiwi
Assalamualaikum Wr. Wb..
Gak kerasa ya kita
udah melewati setengah dari bulan Ramadhan. Itu berarti gak lama lagi kita akan
menyambut hari kemenangan bagi Umat Islam, yaitu Hari Raya Idul Fitri yang
sekarang sudah 1433 H. Hayyoo siapa yg udah mulai belanja baju baru buat
lebaran angkat tangannya coba.. Hehehehe :D
Ngomong-ngomong soal Lebaran, gue mau share CERPEN
terbaru gue. Semoga CERPEN ini bisa menjadi inspirasi dan motivasi buat kita
semua ya..
******
Air Mata di Hari Raya
Sebulan penuh sudah
aku dan umat Islam yang lain menjalankan kewajiban kami, berpuasa di Bulan Ramadhan.
Besok adalah hari dimana semua manusia akan kembali pada fitrahnya. Sejak
petang, suara takbir dan tahmid tidak henti-hentinya berkumandang. Ya karena
malam ini adalah malam takbiran. Malam terakhir di bulan Ramadhan. Dan malam
ini kembali mengingatkanku pada sebuah penyesalan yang tak akan pernah bisa aku
lupakan. Ingatan tentang hari raya tahun lalu membuat air mataku tak mampu
terbendung lagi.
*****
Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1431 H
Sejak adzan Subuh
berkumandang, orang-orang sudah mulai mendatangi Mesjid. Mereka bergegas karena
tidak mau ketinggalan melaksanakan Shalat Idul Fitri (biasa di singkat si
Shalat IED). Begitupun dengan Ibu, Bapak, aku dan adik laki-laki ku. Kami sudah
berada di Mesjid sejak pukul 6 pagi. Aku dan Ibu bergabung bersama jamaah wania
lainnya di tempat khusus wanita. Sedangkan Bapak dan adik ku di tempat khusus
jamaah laki-laki. Waktu sudah menunjukan pukul 06.45. Dan Sholat IED akan
dimulai pukul 07.00.
Suara takbir dan tahmid masih terdengar. Dari kejauhan
aku melihat adikku berlari kecil menghampiri kami. Dengan setengah merengek, ia
meminta Ibu untuk mengantarnya ke kamar kecil. Seperti yang sudah ku duga, Ibu
menyuruh ku untuk mengantar adikku. Padahal sebentar lagi Shalat IED akan
segera dimulai. Dan aku ingin sekali melaksanakan Shalat sunah yang hanya
setahun sekali ini.
“Mbak Nisa, tolong antarkan adikmu ke kamar mandi ya.
Kasihan kan dia sudah kebelet. Paling juga hanya sebentar.” Ibu menatapku.
“Kenapa enggak Ibu aja yang nemenin adik?” aku menolak
permintaannya.
“Mbak Nisa, Ibu minta tolong sekali ini saja ya. Mbak
Nisa mau kan bantuin Ibu?”
Aku pun tidak bisa
menolak lagi. Dengan perasaan terpaksa, aku mengantar adikku ke kamar kecil.
Baru saja aku dan adikku sampai di kamar kecil, terdengar suara iqamah pertanda
shalat akan segera dimulai. Aku menyuruh adikku agar bergegas, tapi dia malah
rewel dan tidak mau kembali kedalam Mesjid. Mesjid sudah penuh sesak dipadati
orang-orang yang ingin melaksanakan Shalat Ied. Alhasil, aku tidak bisa kembali
ke shaf tempatku semula dan aku pun tidak dapat mengikuti Shalat Ied berjamaah.
Tak terbayang betapa
kesal dan marahnya aku saat itu. Akhirnya aku putuskan mengajak adikku kembali
ke rumah. Sesampainya di rumah, aku membanting pintu kamar dan menguncinya.
Sepuluh menit kemudian terdengar seseorang mengetuk pintu kamarku.
“Nis.. Nisa.. Buka dong saying.. Ini Ibu. Ibu mau
ngomong sama kamu.” Ibu mulai membujukku.
“Gak mau. Ibu jahat! Gara-gara Ibu, Nisa jadi gak ikut
Shalat Ied.” Aku marah sejadi-jadinya.
“Iya, Ibu tau Ibu salah. Ibu minta maaf ya sayang.”
“Gak mau. Pokoknya aku benci sama Ibu!”
Akhirnya Hari Raya itu
pun hanya aku lewatkan dengan mengurung diri di kamar. Aku masih belum bisa
meredakan amarah dan rasa kesal ku.
*****
Satu bulan telah berlalu semenjak peristiwa itu. Aku sudah melupakannya dan
hubungan ku dengan Ibu sudah kembali seperti dulu. Namun kini Ibu menjadi
sering sakit sakitan. Sudah 2 hari beliau terbaring di tempat tidurnya.
Kebetulan hari ini sekolah libur. Aku memutuskan untuk menemani Ibu.
“Bagaimana kondisi Ibu? Apa Ibu sudah merasa baikkan?”
aku duduk disampingnya.
“Ibu sudah tidak apa apa kok. Ibu cuma kecapean aja.
Oh iya, ada yang mau Ibu omongin ke kamu, Nis.” Suara Ibu terbata bata.
“Ada apa, Bu?” aku mulai penasaran.
“Ibu mau minta maaf gara-gara Ibu kamu tidak bisa
mengikuti Shalat Ied tahun ini.”
“Sudahlah, Bu. Nisa udah lupain masalah itu kok.”
“Sebenernya Ibu cuma takut kalau Lebaran tahun ini
menjadi Lebaran terakhir untuk Ibu. Ibu ingin mengikuti Shalat Ied untuk yang
terakhir kalinya.” perkataan Ibu itu seperti petir di siang hari bagiku.
“Ibu gak boleh bicara seperti itu. Ibu harus yakin
kalau Gusti Allah pasti akan memberikan Ibu kesembuhan.” Air mataku pun tak
bisa tertahan lagi. Aku memeluknya erat.
Tepat satu minggu sudah Ibu berbaring di tempat tidurnya. Penyakitnya tak
kunjung sembuh. Ibu selalu menolak bila diajak ke dokter. Alasannya, biayanya
mahal. Siang itu, aku baru saja pulang dari sekolah. Dari jauh terlihat banyak
orang yang mengerumuni rumahku. Perasaanku makin tak menentu. Aku takut sesuatu
yang buruk terjadi. Sesampainya di pintu rumah, Bapak menghampiriku sambil
terisak. Aku sudah bisa menebak apa yang terjadi. Benar saja, di ruang tamu
rumahku yang tidak terlalu besar Ibu sudah terbujur kaku dibalut dengan kain berwarna
putih. Aku tidak kuasa menahan diri. Ku lemparkan tas sekolah dan berlari
memeluk jenasah Ibu. Dunia serasa hancur dan langit seperti runtuh. Orang yang
selama ini telah menjadi “malaikat” bagiku, kini telah tiada untuk
selama-lamanya.
Aku baru tau dari
Bapak, ternyata sudah 2 tahun Ibu menderita penyakit Kanker. Dan selama itu
pula Ibu merahasiakan penyakitnya dari kami. Ibu tidak mau menambah beban di
keluarga ini dan Ibu tidak mau kami mengkhawatirkannya. Aku menangis
sejadi-jadinya.
*****
1 Ramadhan 1432 H
Pukul dua dinihari, aku terbangun dari tidur lelapku. Tiba-tiba saja aku ingin
menangis. Malam iini adalah tanggal 1 di bulan suci Ramadhan. Di setiap tahun
sebelumnya, Ibu yang setiap malam membangunkan kami sekeluarga untuk menikmati
santap sahur bersama. Ibulah yang senantiasa mempersiapkan segala keperluan
kami, sehingga kami tidak terlambat untuk bersantap sahur.
Tapi tidak dengan malam ini, seolah-olah baru kemarin aku melihat senyum
manisnya saat membangunkan aku dari tidur lelapku.
Sungguh, Ramadhan tahun ini menjadi Ramadhan terberat
yang harus kami lalui. Karena orang yang sangat kami kasihi telah dipanggil
oleh-Nya. Setiap malam, aku dan ayah sibuk mempersiapkan santap sahur untuk
kami sekeluarga. Akulah yang menggantikan Ibu membangunkan adik-adikku. Saat
itu aku bau sadar, betapa sabarnya Ibu kami dulu. Setiap hari di bulan
Ramadhan, beliau harus menghadapi berbagai macam sikap kami saat dibangunkan.
Pernah satu kali, ketika aku dibangunkan, saat itu aku masih duduk di kelas
satu SD. Masih segar ingatanku ketika aku membawa serta bantalku karena aku
masih sangat mengantuk ketika dibangunkan Ibu untuk sahur. Sayur sop yang
tersedia dan tergelar diatas tikar untuk santap sahur kami terpaksa harus
terbuang sia-sia karena tak sengaja tertendang olehku saat aku berjalan menuju
tikar sambil memejamkan mata. Tapi Ibu tidak marah, dengan sabar Ibu
membersihkannya dan menggantinya denganmie instan. Karena memang waktu sahur
hanya tinggal beberapa menit lagi. Itulah salah satu bukti bahwa dia memang
“malaikat” bagiku.
*****
30 Ramadhan 1432 H
Sebulan penuh telah kami lalui tanpa kehadiran Ibu. Besok pagi tepat tanggal 1
Syawal. Dan itu berarti besok adalah Hari Raya kami.
Malam iini pun tak dapat ku pejamkan mata. Teringat saat kuselipkan duka di
Hari Raya terakhirku bersama Ibu. Tak pernah ku sangka, kata-kata Ibu waktu itu
menjadi kenyataan. Saat Ibu mengatakan bahwa Hari Raya tahun kemarin adala Hari
Raya terakhirnya.
Kupandangi wajah adik adikku yang telah tertidur pulas. Dalam hati, aku
berjanji akan selalu menjaga mereka. Mengenalkan mereka pada Sang Pencipta dan
Rasul-Nya. Seperti Ibu yang dulu begitu sabar mengenalkan aku kepada
cinta-Nya.Karena mereka adalah titipan Ibu untukku. Agar Ibu bahagia melihat
kami tumbuh bersama anugrah kasih-Nya. Tak lama kemudian, mata ini pun
terpejam.
*****
Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1432 H
Hari ini adalah Hari Kemenangan bagi kami umat Islam. Tak ada yang berubah.
Semua masih sama. Orang-orang berbondong-bondong datang ke Mesjid untuk
melaksanakan Solat Ied. Namun bagiku, Hari Raya tahun ini sangat berbeda.
Karena ini adalah Lebaran pertama yang kulewati tanpa kehadiran Ibunda. Namun
aku yakin, Ibu telah mendapat tempat yang jauh lebih baik disana. Di Surga. Di
sisi Sang Pencipta.
Amiieenn..
*****
Thank’s buat kalian yang udah mau baca CERPEN ini
sampe abis.
Trims ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar